{Rerupa}

Rerupa Blog | Created By Www.BestTheme.Net

Perihal Memanusia

Posted by Rerupa


Nanti atau kelak yang keduanya memiliki arti masa depan, atau masa setelah saat ini selalu menjadi misteri yang paling mendebarkan bagi manusia. Manusia selalu penasaran dengan apa yang akan terjadi setelah saat ini. Oleh sebab itu pada tradisi lampau, para cenayang atau peramal masa depan (atau biasa juga disebut sebagai penyihir karena kemampuannya di luar kemampuan manusia kebanyakan) mempunyai posisi elegan dalam masyarakat baik itu Eropa, Timur Tengah atau pun Asia. Keberadaan mereka yang demikian diabadikan dalam dongeng, cerita rakyat, bahkan dalam kisah-kisah dalam kitab suci.

Sebut saja Oedipus The King yang ketika bayi telah diramalkan akan menjadi raja. Kisah Musa juga tak jauh berbeda, atau Excalibur ala Inggris juga punya Merlin sang penyihir baik hati. Akan tetapi, penyihir kemudian dianggap sebagai ancaman, sejarah mencatat pembasmian penyihir di eropa pada awal abad modern. Pengetahuan mereka  dianggap salah, sesat karena bertentangan dengan agama. Kekuatannya yang melebihi kekuatan kebanyakan manusia terlalu dekat dengan konsep tuhan yang ada dalam agama, padahal jelas dalam semua ajaran agama bahwa tuhan bukanlah manusia dan memiliki kekuatan di luar kemampuan manusia.
Pembasmian penyihir di Eropa dan pendiskriminasian mereka dalam ruang modernis yang serba rasional itu tentu tidak menghentikan keingintahuan manusia akan masa depan. Prediksi-prediksi kalkulatif yang rasional melalui ilmu pengetahuan juga masih berlangsung sampai abad ini. Saya ingat di tahun1999, menjelang tahun 2000 dunia heboh dengan isu virus yang akan menyerang sistem komputer dan akan mengacak data yang telah computerize sehingga dunia diprediksi akan kacau balau. 12 tahun kemudian, dunia heboh lagi dengan prediksi kiamat di tahun 2012 mendatang karena sesuatu akan terjadi pada matahari. Perhitungan kalkulatif itu dikuatkan para ahli. Bila dulu penyihir yang punya peran meramal itu, kini ilmuwan yang dipercaya sebagai ‘yang tahu’. Tidak jauh berbeda sebenarnya antara penyihir, cenayang, atau peramal itu dengan ilmuwan, hanya mereka ada dalam konsep tatanan pikir masyarakat yang berbeda saja. Dan manusia masih tetap sangat responseif terhadap ramalan akan masa depan. Artinya masa depan masih selalu menarik untuk diketahui lebih awal oleh manusia.
Mengapa 'kelak’ yang ‘entah’ itu kerap membuat manusia penasaran? Sifat alamiah manusia adalah mortal, fana atau tidak kekal. Manusia juga makhluk yang imaginatif. Batas mortalitas manusia juga sulit diprediksi, seberapa pun canggihnya kemajuan teknologi kedokteran saat ini. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhi mortalitas tersebut. Ujung-ujungnya manusia ada dalam kecemasan tingkat tinggi. Ketidakpastian itu hendak dipastikannya sekarang, di sini, saat ini jika saja bisa. Sesuatu yang hakekatnya tidak pasti, ketika dipaksakan memasti maka konflik pun hadir dalam hidup manusia. Ruang imajiner adalah satu-satunya ruang pemenuhan kepastian itu bagi manusia. Namun dari bilik-bilik imajiner tersebut inovasi dalam mengatasi konflik yang dihadapi manusia berkembang. Kita kenal teknologi. Saya juga akhirnya berkompromi dengan produk-produk sejenis anti-aging guna melarikan diri dari keresahan perihal mortalitas saya seperti kebanyakan orang. Walau tahu akhirnya kita tak pernah tahu kapan batas dari mortalitas kita, manusia terus berjuang melawan mortalitasnya. Dan ramalan-ramalan akan masa depan menjadi jembatan untuk melawan kepastian yang belum pasti itu. Terus-menerus dan dari masa ke masa manusia begitu. Bahkan sebagian orang yakin bahwa Tuhan adalah rekaan manusia untuk menentramkan keresahannya  pada yang pasti namun tak pasti, yaitu kefanaan.
Entah Anda termasuk yang sebagian tersebut atau yang lainnya, saya yakin sebagai manusia Anda pun ingin bahagia. Entah itu lari dari kefanaan, entah itu mencari jaminan kenyamanan dalam keresahan yang tak pasti, manusia bertemu dalam satu titik yaitu menuju kebahagiaan. 
Sesakit apa pun, sekejam apa pun kenyataan yang dihadapi, manusia pasti ingin bahagia. Kemudian bagi saya tidak ada yang lebih indah dari menjadi manusia. Menjadi manusia bagi saya berarti berusaha memanusiakan orang lain, atau dengan kata lain berusaha membantu manusia lain menemukan titik tujunya:bahagia. Tentu saja pada batas-batas kemampuan dan yang mungkin dilakukan. Kata kunci menujunya bagi saya adalah Yakin. Masihkah ada keyakinan dalam diri Anda untuk mencapai bahagia? wujudkan.
Dalam rangka memanusia, saya juga meyakini kekuatan lain di luar kekuatan saya yang manusia, terlepas dari pencarian jaminan kenyamanan atau warisan leluhur yang turun-temurun ditanamkan, saya merayakan Idul Fitri. Diajarkan pada saya bahwa setelah berpuasa sebulan penuh dan menahan nafsu manusiawi (?) manusia kembali fitri atau suci. Saya memaknainya sebagai kembali memanusia yang mampu memanusiakan manusia tanpa harus mengingkari kemanusiawian kita sebagai manusia. Peristiwa ini akan menjadi lebih indah jika tidak hanya dirayakan dalam sekat keagamaan, menjadi manusia atau memanusia menjadi milik segenap umat manusia. 
Selamat Idul Fitri
Selamat memanusia

Salam kasih
Hat P.


7 Responses so far.

  1. hahaha... menjadi manusia memang menjadi sakit, karena kesakitan itu yang akan membimbing untuk menjauhi dari rasa sakit dan menyakiti...
    :D
    Like this...

  2. Rerupa says:

    thank you..
    manusia adalah sakit jiwa wkkk
    Idul fitri bisa jadi titik landas ulang berdamai dengan diri dan kembali memanusia, rekonsiliasi.
    selalu ada cara mengurangi kesakitan, bahkan mengobati :)
    Selamat Berdamai hehe

  3. semoga mudik lebaran juga bisa menanggalkan kesakitan seorang manusia di negri orang. memanusiakan dirinya, memperoleh martabatnya kembali di kampung halaman, setelah bersakit-sakit di tanah asing. amin...

  4. btw tulisannya bagus mbak. mengerucut.

  5. Rerupa says:

    Hehe.. thank you. ini mengigau, cep :D
    Amin. Semoga demikian.

  6. Rerupa says:

    thank you. you too :)

Leave a Reply