{Rerupa}

Rerupa Blog | Created By Www.BestTheme.Net

Call for Papers Seminar Nasional Membaca Indonesia Ke-2 “Budaya di Zaman Pasar: antara Industri dan Identitas” Fakultas Sastra Universitas Jember

Posted by Rerupa



Call for Papers



Seminar Nasional Membaca Indonesia Ke-2

“Budaya di Zaman Pasar: antara Industri dan Identitas”

Fakultas Sastra Universitas Jember





Memasuki era Reformasi, kesepakatan-kesepakatan dengan lembaga keuangan internasional semakin memasukkan negara dan bangsa ini ke dalam pusaran kapitalisme pasar bebas, neoliberalisme. Untuk mendiskusikan “posisi budaya”—budaya lokal dan budaya nasional—dalam gerak mekanisme pasar, kami akan menyelenggarakan seminar nasional yang berorientasi lintas-disiplin. Dua argumen mendasari pelaksanaan seminar ini. Pertama, budaya lokal dan budaya nasional tetap dianggap penting sebagai identitas yang harus dipertahankan sebagai bentuk indentitas kultural, sekaligus untuk menarasikan keindonesiaan di tengah-tengah kapitalisme pasar dan globalisasi. Kedua, secara pragmatis, budaya dijadikan sebagai elemen penting yang bisa dikomodifikasi bagi kepentingan industri pariwisata dan industri kreatif. Artinya, ada tegangan dalam konteks budaya, yakni antara kepentingan identitas dan industri.

Tema
Budaya di Zaman Pasar: antara Industri dan Identitas

Subtema:
  1. Konstruksi budaya nasional dalam pusaran neoliberalisme
  2. Politik budaya nasional di zaman Reformasi
  3. Kebijakan industri kreatif dan problematikanya
  4. Komodifikasi dan representasi identitas lokal dalam industri budaya/media
  5. Bahasa dan sastra dalam tatapan industri kreatif
  6. Tegangan antara kepentingan ekonomi dan penguatan identitas kultural dalam industri budaya.
  7. Budaya lokal dalam pusaran industri budaya dan industri pariwisata.

Waktu dan tempat
20-21 Mei 2013, di Fakultas Sastra Universitas Jember.

Pengiriman Abstrak dan Makalah
  • Abstrak makalah (berisi judul, identitas dan institusi pemakalah, ringkasan makalah [maksimal 250 kata], kata kunci, dan alamat surat elektronik [surel/e-mail) diterima panitia paling lambat 25 April 2013. (Diperpanjang hingga 5 Mei)
  • Pengumuman abstrak yang diterima akan dikirimkan ke alamat surel masing-masing pemakalah.
  • Makalah lengkap harus diterima panitia paling lambat 15 Mei 2013.
  • Pemakalah yang abstrak-nya diterima, harus membayar biaya seminar dan biaya cetak prosiding sebesar Rp. 300.000,00.
  • Abstrak, makalah lengkap, dan hasil scan bukti pembayaran dikirim ke surel panitia:

Peserta
Adalah dosen, guru, mahasiswa, seniman, budayawan, dan masyarakat umum. Biaya untuk peserta:
  • Non-mahasiswa sebesar Rp. 200.000,00.
  • Mahasiswa sebesar Rp. 100.000,00.
  • Untuk peserta yang ingin membeli prosiding harus membayar biaya tambahan sebesar Rp. 100.000,00.

Contact Person:
Ikwan Setiawan; 081336348888
Riskia Setyarini: 081553562138
Hat Pujiati; 081336790076

Alamat rekening pembayaran
Atas nama: Agung Tri Wahyuningsih no. Rekening BNI 0293542006

Pembicara Utama
Prof. Dr. Ayu Sutarto, M.A., pakar kajian budaya lokal, Fakultas Sastra Universitas Jember.
Dr. Manneke Budiman, M.A., pakar kajian sastra dan kajian budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Landung Simatupang, sastrawan dan penerjemah sastra dari Yogyakarta.

Fasilitas:
Cetak Prosiding setelah seminar *makalah melalui proses editing lebih dahulu
Seminar Kit
Makan siang

Info Hotel terdekat: (silahkan klik untuk info lebih lanjut)
1. Seven Dream Hotel
2. Royal hotel n' Lounge
3. eBizz Hotel

Pengantar Antologi puisi dan cerpen "Gerimis di Mata Kekasih" diterbitkan DKK-sastra-UNEJ

Posted by Rerupa


Bahasa puisi tidak sama dengan penggunaan bahasa biasa, begitu Riffaterre membuka bukunya Semiotics of Poetry, dan begitu pula saya ingin mengawali ide saya setelah membaca draf Antologi puisi penulis-penulis muda difakultas Sastra Universitas Jember ini. Makna dari puisi ada bukan pada apa yang dinyakan, tetapi sesuatu yang ada di balik yang terkatakan. Maka itu puisi sering kali sulit dipahami pembacanya dalam sekali baca. Ketidaklangsungan semantik dengan displacing, distorting, dan creating yang didalilkan Riffaterre tentang ‘kebiasaan’ puisi ini juga dimainkan dengan apik dalam antologi kali ini. Sebut saja Lampu Merah oleh AF. Kelemayar untuk bicara tanda, atau Alif dalam Alif di antara Alphabet oleh Harja el Majnun yang ambigu dan maknanya berlarian dalam tiap baris yang membawanya, kocar-kacir dalam dimensi lexikal-thematik, visual dan ritmik-akustinya hingga kemudian lesap pada titik di bagian akhir puisi adalah menegaskan sifat permainan puisi. Memahami permainan puisi sama saja dengan mengejar makna.

Sering kali juga penitikberatan pada butir “permainan”  dalam puisi untuk menyembunyikan ‘yang sebenarnya’ menggiring penulisan puisi untuk selalu menggunakan kata-kata yang tidak biasa muncul dalam percakapan sehari-hari atau peminjaman kata lintas register yang justru memusingkan pembacanya. Celakanya ketika demikian sering ditinggalkan pembaca yang sekedar ingin menikmati puisi, bukan peneliti, sehingga puisi tersebut gagal berbicara pada pembacanya. Seperti halnya penggunaan kata ‘bioma’ pada puisi ‘Bioma di matamu’. Kata tersebut terdengar unik di telinga, tapi sayangnya dimensi lexikal-thematik tak berketerangan ini butuh paman Google untuk menerangkan pada saya guna tahu artinya. Namun puisi tersebut tidak gagal memberi petunjuk perihal sejarah register diksi tersebut pada / berburu plankton, karang hidup, barangkali paus/ sebagai istilah biologi.

Keistimewaan puisi yang juga ditanamkan dalam susunan antologi kali ini mentasbihkan kalau the ungrammaticality menjadi sistem yang memancing kepekaan literer pembaca. Pengecualian-pengecualian akan penggunaan bahasa dan tata bahasanya berserakan dalam puisi-puisi yang hadir di awal buku ini, kemudian dimodelkan dalam kehadiran tiga cerita pendek di bagian akhir. Bukan kebetulan tentunya, tapi kesengajaan bermakna. Puisi dan prosa ada pada genre berbeda, tetapi bahasa puisi dalam prosa bukan sebongkah dosa, melainkan kreasi, ekspresi. Demikian pula cerita pendek dalam kumpulan puisi, Gerimis di Mata Kekasih menjadi perekat thematik antar karya dan antar genre.

Dialektika antara karya dan pembaca yang punya pengalaman dan pengetahuan berbeda-beda  dalam rangka menangkap makna menjadikan karya sastra hadir dalam hidup, kaya makna dan terus bisa dibaca kembali serta dimaknai kembali sebagai dokumen. Puisi akan terus hidup ketika dimaknai oleh para pembaca. Di kesempatan kali ini, teman-teman muda yang tergabung di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Sastra, Dewan Kesenian Kampus, untuk kedua kalinya ‘bergerak’ mendokumentasikan karya mereka melalui sebuah antologi puisi dan cerpen yang bertajuk “Gerimis di Mata Kekasih”.

Kekasih memang tidak pernah usang menginspirasi, entah gerimis, badai, senja, bahkan pekat malam di matanya menjadi benih imajinasi mereka yang berkarya. Harapan saya, antologi kali ini menjadi ladang subur bertumbuhnya benih kreatifitas bagi kelahiran antologi-antologi berikutnya.

Hat Pujiati

Dialog Jilbab, Sastra dan Budaya

Posted by Rerupa

Oleh Hat Pujiati
*Tulisan ini juga dipublikasikan di Balipost

Di tahun sembilan puluhan, bila Anda pergi ke kota-kota besar di Indonesia akan dapat menjumpai perempuan-perempuan muslim berpenutup kepala yang disebut jilbab di tempat-tempat umum. Bentuk-bentuk jilbab dan pemakaiannya itu biasanya simetris, namun hanya sejumlah kecil yang tampil dengan jilbab di beberapa tempat kerja, bahkan pegawai bank dulu terlarang mengenakan jilbab. Dengan demikian perempuan muslim harus mempertimbangakan banyak hal sebelum mengenakan jilbab ketika itu. Unsur ideologis yang terhubung simetris dengan agama kerab menjadi alasan utama pilihan gaya berpakaian sejenis ini. Akan tetapi saat ini, sampai ke pelosok negeri di Indonesia akan mudah dijumpai perempuan muslim berjilbab. Salah satu alasannya adalah kemudahan-kemudahan akses pada dunia publik tidak lagi sesulit era sembilan puluhan awal bagi perempuan berjilbab. Ruang-ruang aktifitas ekonomi tidak lagi keberatan dengan penutup kepala pelaku perempuan. Kontrol sosial juga tidak lagi ketat terhadap pemakaian jilbab yang selang seling, sehari pakai besoknya lepas lagi, atau dipakai hanya ke tempat kerja atau sekolah, kuliah dan akses-akses publik mereka. Bahkan foto-foto di akun facebook mereka juga tanpa jilbab dengan pose-pose Britney Spears, Beyonce, atau Jessica Alba  sudah menjadi hal biasa, sementara dulu hal semacam ini merupakan sebuah tabu bagi yang berjilbab dan akan mendapatkan stigma negatif dari lingkungan  sosialnya karena dianggap tidak loyal, mengkhianati ideologi yang terbalut di balik jilbab.
selanjutnya klik di sini

Mimpi dan Realitas dari ''Facebook'' ke Sastra*

Posted by Rerupa

*Oleh Heart Pujiati, dosen Universitas Jember dan Pecinta Sastra
**tulisan ini telah dipublikasikan di Bali Post, Minggu 27 November 2011
APAKAH Anda punya akun facebook atau twitter? Atau akun pada jejaring sosial lain yang juga berisi ungkapan hati dan pikiran teman-teman kita dalam satu jaringan tersebut? Saya sering memperhatikan unggahan teman-teman dalam jejaring tersebut, kadang saya juga iseng melihat-lihat foto yang telah mereka unggah di sana. Dari kegiatan menjadi hantu cyber yang menyelinap sana sini di dunia maya tersebut saya mencatat dua hal.

#selanjutnya silahkan klik judul tulisan ini atau di sini

Enchanted: Representasi Kolaboratif dan Transformatif Perempuan Negeri Dongeng; Cinderella dan Snow White

Posted by Rerupa

Oleh Hat Pujiati[1]
*Tulisan ini telah dipublikasikan dalam Jurnal ilmiah edu.id golume 1, nomor 1, Maret 2010 (ISSN: 2085-872801)
Abstract
Through a postmodernist paradigm, this text discusses about a transformation of women’s stereotypes and roles from fairy tales, especially in Cinderella and Snow White, to women’s representations in a novel entitled Enchanted. The representation of the Women’s stereotypes and roles in this discussion relates to the development of world economics system as the modes of production change in the society. However, the transformation occurs in the representation is not a kind of shifting from the old to the new representations but it is a collaborative one; the old and the new ones are represented simultaneously in the novel.

Keywords: postmodernist paradigm, women’s stereotypes and roles, economics system, representation, transformation, society.

untuk selengkapnya silahkan klik di sini