{Rerupa}

Setiap ada peristiwa keagamaan yang kita rayakan, atau peristiwa umum yang kita rayakan bersama, kita punya kebiasaan baru bawaan teknologi: kirim SMS masal pada hampir semua kontak yang ada di HP. Entah itu hari raya, tahun baru, berita pernikahan, kelahiran buah hati  dan lainnya. Tidakkah Anda senang dengan (seolah) humanisasi teknologi yang demikian? bukankah seolah-olah kita yang berjauhan semakin dekat, dan datangnya SMS ke ruang privat kita melalui HP yang notabene barang pribadi membuat kedekatan antara pengirim dan penerimanya menjadi personal? ketika kita ulang tahun, misalnya. saat yang sangaat personal dari kita kemudian diingat oleh banyak orang, bahkan orang yang mungkin berstatus di atas Anda secara sosial: semisal Rektor, Direktur perusahaan Anda bekerja, Wali kota dsb. Mungkin sebagian akan tersanjung.

Sungguhkah itu personal dan sebagai wujud dari humanisasi teknologi?

Mari kita telusuri sedikit perangkat kita yang kita kenal dengan HP tersebut. Ada program sejenis pengingat atau reminder yang build in di jenis HP paling jelek sekali pun.  yang tampak lebih personal lagi di HP (biasanya yang bisa begini yang lumayan canggih,N 3310 mungkin tidak bisa) adalah kita bisa ketikkan ucapan selamat di saat kita menginput data kelahiran sahabat atau kolega kita dan akan terkirim dengan sendirinya begitu hari itu tiba. Kita tidak perlu capek-capek mengingatnya (bahkan kalau seorang direktur atas nama perusahaan, kemungkinan besar yang memprogram ucapan tersebut pun adalah karyawannya).

begitu juga di peristiwa-peristiwa lain yang kita rayakan, personalitas dari SMS masal itu terasa mati ketika itu machinized (?). tidak ada sapaan pada kita, tidak ada sentuhan personal dalam penyusunan kata bila itu dari sahabat dan seragam. saya kerap merasa SMS masal  yang demikian itu sebagai berita tanpa ruh. kerap juga saya ingat baris-baris kata itu sekedar diteruskan dan ditambah nama pribadi + Keluarga. untuk kolega yang tidak dekat dan bahkan belum saya kenal baik, mengapa mengatasnamakan keluarga? bagi saya hal demikian terasa konyol.

Khusus peristiwa idul fitri yang identik dengan maaf-maafan, bahkan m*h****w* saya yang tidak saya ingat yang mana juga mencantumkan nama + keluarga memohon maaf. Ada juga kolega yang nomornya saja tidak saya simpan, rajin sekali meminta maaf di setiap event perayaan dan konyolnya lagi + keluarga yang sekali lagi saya tidak pernah tahu, jangankan pernah dengar disebut (lantas dosa apa ya kira-kira keluarganya terhadap saya?). Aneh, dan jujur saya mulai terganggu dengan SMS kolega tersebut, maka dengan arogan saya memilih tidak menjawab SMS sejenis itu. Bagi saya, untuk apa menjawab berita kering yang terkirim pada saya atau tidak saja si pengirim tidak peduli, permohonan maaf tidak dari hati apa guna dimaafkan? toh dimaafkan atau tidak juga tidak masalah bagi pengirim yang buat kirim 1000 SMS saja gratis dari operator. That's nothing to lose. Sesat mungkin pikiran saya yang demikian.

Katakanlah begitu, tapi yang ingin saya tekankan adalah tetap memanusia dengan perangkat berteknologi dehumanis. Pemilihan kata yang 'enak' untuk sahabat dan kolega melalui media (SMS) yang mengandalkan bahasa alangkah indahnya, jangan biarkan bahasa kehilangan ruhnya karena budaya bawaan teknologi. Mari kembali jujur sebagai manusia yang berhati dalam bahasa yang kita pakai.

Akhirnya, Selamat Liburan.

With Love

Hat Pujiati